Populer

Thursday, June 23, 2016

MERINDUKAN KENAKALAN REMAJA



RUANG PUBLIK UNTUK REMAJA



Kenakalan remaja”....., 20 tahun yang lalu mungkin kita akan berkata “biasa anak muda” atau “biasa darah muda” bila mendengar kata “kenakalan remaja”, 20 tahun yang lalu barangkali berbagai bentuk perilaku anak muda yang negatif masih terlihat lucu sehingga disebut sebagai “kenakalan”.....ya...kata kenakalan dulu biasa digunakan untuk memberi sebutan bagi perilaku remaja/anak-anak yang kurang baik. Sekarang hampir tidak pernah kita mendengar kata “kenakalan remaja”, perilaku menyimpang anak-anak muda sudah mendapat sebutan yang lebih mentereng dan seram yaitu “kejahatan”, sering kita dengar di TV pembaca berita mengatakan bahwa pelaku kejahatan masih dibawah umur atau tersangka masih dibawah umur, tidak ada lagi yang menyebut kenakalan remaja. Bila melihat kebrutalan remaja di era sekarang saya jadi rindu dengan kenakalan remaja jaman dulu yang bisa menjadi lucu-lucuan bila dingat kembali.

Dulu remaja juga ada yang mencuri mangga tetangga tetapi sekarang remaja mencuri motor bahkan menjadi begal motor, dulu remaja juga ada yang mabuk, teler dan tergeletak di pos ronda atau kuburan tapi tidak seperti remaja sekarang yang setelah mabuk memperkosa dan membunuh seorang gadis, dulu remaja juga pacaran tapi sekedar kirim-kirim salam/ucapan/kartu dan surat-suratan saja sudah senangnya ngga ketulungan, tidak seperti remaja sekarang yang konon katanya supaya asyik pacarannya harus ada bumbu-bumbu sex seperti di video, dulu remaja juga tawuran adu jotos sampai babak belur tapi tidak ada yang masuk rumah sakit apalagi sampai mati, sekarang remaja kalau tawuran bawaannya pedang, samurai, celurit dan pisau.... gimana ngga pada mati tu temen-temennya.

Apakah saya terlalu lebay kalau mengatakan kenakalan remaja sekarang sangat brutal? Melihat remaja sekarang begitu ngeri mereka seperti tidak takut pada polisi, orang tua, dan bahkan pada tuhan, lihat saja abg-abg suporter bola itu mereka berani membajak bus, truk bahkan kereta api, mereka berani makan di warung tanpa membayar, mereka berani maksa masuk stadion tanpa tiket, belum lagi kalau kita mendengar remaja yang dengan sadis membacok orang untuk mendapatkan motornya atau memperkosa dan membunuh gadis kecil yang bahkan masih temennya sendiri. Tidak itu saja ada juga remaja putri yang sudah mahir menghasilkan uang dengan mengekploitasi tubuhnya, lihat saja itu cabe-cabean atau abg-abg yang berkeliaran di diskotik, cafe, tempat-tempat karaoke atau abg-abg yang foto seksinya bertaburan di internet dan menjadi jajanan bagi para penikmat birahi. Mengapa anak-anak kita bisa menjadi begitu nista, kejam dan brutal? Banyak orang yang berusaha menjawab pertanyaan ini dan mencoba memberi solusi tetapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda kebrutalan remaja akan berkurang. Mari kita berharap semoga fenomena brutal tadi hanya sebagian kecil dari potret remaja kita, tapi tetaplah waspada karena yang kecil pun bisa seperti api yang cepat membesar bila tidak segera diatasi.

REMAJA BUTUH KEGIATAN POSITIF


Mungkin remaja sekarang adalah produk televisi dan internet karena begitu banyaknya film-film brutal yang ditonton remaja, film tentang hobi para psikopat, film tentang kekerasan seksual, film tentang kebiasaan bengis para mafia, geng, yakuza dll, film-film brutal yang karena terlalu sering ditonton secara perlahan-lahan akan terlihat biasa dan memungkinkan untuk dilakukan di dunia nyata dengan alasan yang dicari-cari. Belum lagi video porno yang “nyelip” di komputer dan laptop mereka, bahkan selalu tersedia di saku mereka melalui smartphone yang setiap saat meracuni remaja untuk berbuat mesum atau melakukan pelecehan seksual bahkan nekat memperkosa, ditambah lagi miras dan narkoba yang seolah menjadi paket lengkap yang sempurna untuk merusak moral remaja.

Mungkin kebrutalan remaja sekarang adalah karena kegagalan pemerintah dalam membangun sistem pendidikan kita, konon kabarnya pendidikan kita tidak berhasil membangun ahklak mulia di kalangan remaja, konon sistem pendidikan kita hanya mencetak para pekerja yang haus akan materi dan menjadi budak pengusaha atas nama pertumbuhan ekonomi sehingga  membentuk mental mengambil dan merebut untuk menuruti gaya hidup hedonis dan melupakan pentingnya “berbagi untuk mencukupi semua”. Mental berebut akan menjadikan penindasan kepada yang lemah menjadi hal yang terpaksa harus dilakukan atas nama menyambung hidup dan hak asasi, akhirnya kita kembali ke jaman purba dimana yang kuat akan “memangsa” yang lemah, mungkin begitulah cara hidup yang diajarkan oleh sistem pendidikan kita.

Mungkin kebrutalan remaja adalah kelalaian para guru yang karena faktor ekonomi terlalu sering memikirkan gaji dan nggak sempat mengurusi persoalan-persoalan muridnya yang menjadikan murid tidak konsentrasi belajar yang berujung pada buruknya nilai. Murid yang nilainya jelek malah dibully oleh teman-temannya dan bukannya “ditemenin” sehingga sebagian murid “meninggalkan” sekolah untuk mencari “teman” yang dianggap bisa membantu menyelesaikan masalahnya, disinilah mereka bertemu dengan orang-orang yang kadangkala nggak bener, mungkin begitulah awalnya hingga sekarang kita bisa temukan remaja di jalanan yang tampanganya sangar bin seram mirip preman, berandalan bahkan mafia.

Mungkin kebrutalan remaja adalah refleksi dari kegagalan para pemuka agama dalam menanamkan nilai-nilai agama yang penuh dengan kebaikan, kesabaran, kejujuran, sportifitas, toleransi, kasih sayang, halal dan haram dan sebagainya. Ceramah-ceramah agama menjadi tidak menarik karena terdengar klise dan begitu-begitu saja dari dulu, sangat normatif dan sulit diaplikasikan untuk menyelesaikan persoalan riil yang sedang dihadapi remaja, ceramah agama tak mampu memberi contoh penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi remaja sehari-hari, belum lagi hadirnya ustad-ustad baru yang lebih mirip artis sinetron daripada pemuka agama semakin mengurangi kepercayaan remaja terhadap nasehat-nasehat para ustad.

MEMPERSATUKAN REMAJA

Mungkin kebrutalan remaja adalah kesalahan para ilmuan, para jenius dan cerdik pandai yang telah menciptakan berbagai teknologi yang memberikan jutaan kemudahan dan kebebasan bagi remaja untuk melakukan apa saja tanpa dapat dikontrol oleh orang tua, coba saja lihat seorang anak yang sudah mahir menggunakan smartphone dan melek teknologi, dia bisa melihat, mendengar dan mendapatkan apapun yang baik maupun yang buruk dari smartphone itu tanpa halangan berarti dari siapapun. Berbagai artefak berteknologi tinggi hasil inovasi menghiasi dunia anak-anak dan remaja membuat mereka selalu dimudahkan dan menjadi lupa bagaimana caranya berkreasi, berinovasi dan mencari solusi untuk mengatasi segala persoalan dan keterbatasan yang pasti kelak akan mereka temui, semua itu menghambat mereka untuk menjadi sosok yang kuat dan mandiri. Mereka cenderung lemah, malas dan tak mampu menanggung kenyataan yang jauh dari harapan. Mereka pikir hidup itu akan selalu mudah tapi sialnya selalu ada ujian dalam hidup karena ujiam adalah sarana latihan dan pembeda antar makhluk, sialnya lagi yang mudah dikerjakan itu biasanya hal-hal yang salah dan tercela, sedangkan hal-hal yang baik itu susah dilakukan dan perlu pengorbanan, itulah sebabnya hal baik itu mulia dan dihargai bukan saja oleh sesama manusia tapi juga oleh tuhan.

Tapi tunggu dulu sebelum kita mantap menyalahkan para ilmuwan, pemerintah, guru dan pemuka agama serta semua orang, mari kita lihat apa yang selama ini telah kita lakukan pada anak-anak kita, karena kitalah sebagai orang tua yang diberikan amanah dari tuhan untuk menyiapkan anak-anak kita menjadi pribadi yang mandiri dengan moralitas yang baik, dan jangan lupa bahwa dalam konteks tanggungjawab terhadap anak-anak maka pemerintah, guru, ilmuwan, pemuka agama dan kita semua adalah juga “orang tua” bagi mereka, jadi kitalah sebagai orang tua yang paling bertanggungjawab terhadap perilaku anak-anak/remaja karena kita adalah orang yang mereka lihat, dengar dan tiru setiap hari, kita yang membentuk lingkungan mereka, dan kita juga yang memasukkan berbagai pengetahuan dan nilai kedalam diri mereka. Jadi mari kita bertanya sudahkah kita “menjaga” anak-anak kita dengan baik? Sudahkah kita berikan waktu, tenaga dan pikiran kita untuk anak-anak kita dalam kuantitas dan kualitas yang cukup? Atau barangkali kita hanya memberi mereka makanan, uang, mainan dan berbagai bentuk materi lainnya yang hanya membuat jiwa mereka lelah, lapar dan dahaga? Jangan-jangan kita tidak pernah berada di dunia anak-anak kita, mungkin kita terlalu banyak tinggal di dunia kerja, dunia maya, dunia medsos, dunia internet, dunia smartphone, dunia gaul, dunia komunitas, dunia arisan dll. Mari kita sisakan lebih banyak waktu, tenaga dan pikiran untuk anak-anak kita karena mereka adalah masa depan peradaban, mereka adalah titipan paling berharga yang harus “dijaga” dengan cara-cara terbaik, dan bisa jadi mereka adalah penentu nasib kita di kehidupan mendatang, karena hanya doa mereka yang akan Dia dengar ketika “kesempatan” kita di dunia telah habis.

No comments:

Post a Comment