Populer

Tuesday, March 22, 2016

PILKADA DKI 2017, MENCARI PEMIMPIN UNTUK IBU KOTA



PILKADA DKI 2017

Pilkada DKI baru akan digelar tahun depan tapi suhu politik sudah mulai menghangat, masyarakat juga terlihat cukup antusias, terbukti pembicaraan tentang pilkada DKI cukup ramai di sekitar kita dan juga di media sosial  dan televisi, bahkan sebagian kalangan sudah "mempromosikan" bakal calon yang menjadi jagoannya masing-masing dan memulai "perdebatan". Tak hanya itu masyarakat di luar jakarta juga ikut menghangatkan suasana dengan berbagai komentarnya di media sosial.
Ramainya pemberitaan mengenai pilkada DKI menggugah saya untuk memperhatikan fenomena ini, oleh karena itu melalui tulisan ini saya ingin berbagi informasi dan pendapat seputar pilkada DKI, walaupun saya bukan warga DKI tetapi posisi DKI sebagai ibu kota negara memang selalu jadi perhatian saya. Berikut beberapa pandangan saya seputar pilkada DKI, mudah-mudahan bermanfaat khususnya bagi teman-teman yang menjadi warga ibu kota.

Pilkada DKI Banyak Peminat
Banyaknya tokoh yang berminat menjadi bakal calon (balon) gubernur DKI kali ini menunjukkan bahwa posisi gubernur DKI memang sangat diminati bukan hanya oleh para politisi tapi juga mantan pejabat, pengusaha bahkan artis pun ikut meramaikan bursa bakal calon gubernur DKI, sepertinya para tokoh tersebut melihat peluang untuk memenangkan pilkada kali ini cukup besar mengingat beberapa kelompok masyarakat telah menunjukkan ketidakpuasannya terhadap sang petahana (pak ahok) atau bisa jadi jabatan gubernur DKI dinilai sebagai jabatan favorit bukan hanya karena gengsinya semata tapi juga karena posisi strategisnya yang bisa digunakan sebagai batu loncatan menuju ke kursi RI 1/RI 2, atau tidak menutup kemungkinan ada motif menaikkan/mempertahankan popularitas dengan maju sebagai balon gubernur DKI, karena tidak bisa dipungkiri bagi kalangan tertentu popularitas yang tinggi bisa mendatangkan keuntungan finansial. Bagi saya kalau memang ada figur yang punya moralitas dan kemampuan yang baik tidak ada salahnya "diadu" dengan sang petahana untuk mencari yang terbaik atau disandingkan saja sebagai pasangan agar bisa saling melengkapi.  Dari pantauan saya beberapa figur yang telah menyatakan niatnya untuk maju sebagai balon gubernur DKI yaitu H. Lulung dari DPRD DKI, Pak yusril (politisi PBB dan mantan menkumham), pak adyaksa dault dan roy suryo (mantan menpora), sandiaga uno (pengusaha), dan ahmad dani (musisi/artis).

MENCARI PEMIMPIN UNTUK SEMUA


Mundurnya Jagoan Yang Digadang-Gadang
Sebelum kemunculan para calon penantang diatas sebenarnya telah mengemuka beberapa nama yang diprediksi dapat menjadi pesaing kuat sang petahana (Pak Ahok), mereka adalah pak ridwan kamil (walikota bandung), bu risma (walikota surabaya) dan pak ganjar (gubernur jateng). Namun ketiganya secara kompak menyatakan tidak mau dicalonkan, mungkin mereka masih ingin fokus di daerahnya masing-masing. Bagi saya fenomena ini sangat melegakan karena mereka punya kinerja yang baik dan masih sangat dibutuhkan oleh daerahnya, demikian juga sang petahana juga punya kinerja yang baik sehingga tak bijak atau bahkan rugi rasanya bila harus mengadu mereka dan membuat salah satu dari mereka kalah dan salah satu daerah kehilangan mereka.

Balon "Bergerak" Lebih Awal
Manuver para balon gubernur DKI yang terkesan "mencuri start" bisa jadi merupakan bentuk keseriusan  para "penantang" untuk mengalahkan sang petahana sehingga segala persiapan yang dianggap penting seperti memperkenalkan dan mendekatkan diri kepada warga sudah dilakukan sedini mungkin. Para balon walaupun belum resmi diusung partai tapi sudah mulai tampil di tv, blusukan serta sudah rame dibicarakan di medsos. Manuver "mencuri start" ini bisa dilihat sebagai pertanda bahwa para balon merasa harus mengejar popularitas mengingat sang petahana sudah terlanjur sangat popular bukan saja di kalangan warga ibu kota tapi juga di mata masyarakat luas. Cara blusukan yg pada era pilpres kemarin dicibir ternyata sekarang malah banyak ditiru sebagai cara untuk membuka genderang perang pilkada. Bagi saya blusukan ini sangat bagus asal benar-benar dilakukan untuk memahami persoalan riil di masyarakat dan bukan sekedar untuk pencitraan atau mengumbar janji-janji palsu.

Para Penantang Mencoba Menggabungkan Kekuatan
Ada yang menarik ketika beberapa balon gubernur DKI bertemu untuk menjajaki kemungkinan  menggabungkan dukungan dan mengusung satu calon untuk melawan sang petahana, hal ini menunjukkan bahwa para penantang memang melihat sang petahana sebagai lawan yang berat sehingga dirasa perlu menggabungkan kekuatan supaya peluang untuk memenangkan persaingan menjadi lebih besar. Disisi lain hal ini juga bisa menjadi semacam perang urat dengan memberikan kesan bahwa para penantang tersebut kompak untuk bekerjasama menghadapi "pertarungan" sehingga dapat memberikan tekanan psikologis kepada sang petahana. Koalisi antar balon akan sangat bagus jika benar-benar ada kesamaan tujuan untuk kepentingan rakyat bukan sekedar koalisi transaksional sesaat untuk kepentingan kelompok.

Wacana Deparpolisasi
Satu lagi yang unik dari pilkada DKI kali ini adalah munculnya wacana deparpolisasi atau bahasa sederhananya menghilangkan peran partai sebagai pengusung balon. Wacana ini mengemuka ketika sang petahana memutuskan untuk menggunakan jalur independen dalam pilkada tahun depan. Motor penggerak jalur independen adalah para relawan yang sepertinya kurang begitu percaya dengan kemampuan partai untuk menghasilkan calon pemimpin berkualitas. Saat ini jalur independen merupakan jalur alternatif bagi rakyat untuk memilih pemimpinnya sendiri, bila jalur alternatif ini di masa depan menjadi semakin banyak maka bisa jadi akan menjadi jalur utama sehingga parpol yang justru akan menjadi jalur alternatif. Kepercayaan masyarakat kepada balon dari jalur independen merupakan peringatan bagi parpol untuk mengevaluasi kembali kredibilitasnya di mata masyarakat. Di sisi lain keberanian sang petahana untuk memilih jalur independen yang tentu saja penuh dengan resiko politik patut diacungi jempol, bagaimanapun mengambil resiko kehilangan dukungan parpol demi menjaga kepercayaan para relawan adalah sesuatu yang pantas dihargai.

MENCARI PEMIMPIN BERKUALITAS


Upaya Menghambat Laju Balon Independen
Adanya usulan merevisi undang-undang dengan substansi revisi memperberat syarat untuk maju sebagai calon independen dicurigai sebagai upaya untuk menghambat laju balon independen. Fenomena ini mungkin merupakan respon balik terhadap wacana deparpolisasi. Menurut saya tidak seharusnya parpol dibenturkan dengan jalur independen, saya pikir keduanya bisa saling melengkapi, keduanya harusnya bersaing sehat untuk meraih kepercayaan rakyat, biar rakyat punya banyak pilihan untuk menyalurkan aspirasinya.

Serangan Pada Sang Petahana
Walaupun belum ada calon resmi tapi para penantang sudah mulai menyerang sang petahana dengan melakukan koreksi terhadap kinerja sang petahana selama ini dan mengungkapkan kekurangan-kekurangan sang petahana untuk memberikan justifikasi betapa pentingnya memberikan sosok gubernur baru untuk warga ibu kota. Saya kira hal ini sah-sah saja asal disertai dengan bukti-bukti yang kuat, namun bila serangan-serangan tersebut tidak disertai dengan bukti-bukti yang kuat (hanya kampanye hitam) maka akan menjadi boomerang bagi para penantang tersebut. Menurut saya akan lebih baik kalau para penantang tersebut dapat menunjukkan prestasi-prestasinya di masa lalu dan solusi-solusi yang kreatif dan inovatif untuk menyelesaikan persoalan-persoalan jakarta saat ini dan dimasa mendatang, kalau hanya sekedar mencari-cari kesalahan tanpa bukti dan solusi saya pikir itu bukan sesuatu yang hebat dan pantas untuk dibanggakan.

Munculnya Isu Sara
Tak bisa dipungkiri status sang petahana sebagai non muslim yang menjadi gubernur di daerah muslim mayoritas telah menimbulkan kontroversi di beberapa kalangan. Bahkan ada beberapa kalangan yang secara terang-terangan telah menolak kehadiran seorang pemimpin non muslim di tengah-tengah muslim mayoritas. Isu ini sudah mulai muncul  dan berusaha menggiring opini publik untuk tidak memilih pemimpin non muslim pada pilkada DKI nanti. Namun tak semua muslim terpengaruh dengan isu ini, ada juga yang beranggapan bahwa di negara yang berbhineka tunggal ika ini sangat penting untuk lebih mengedepankan integritas dan kemampuan pemimpin daripada agama yang dianutnya.
Perbedaan pendapat di kalangan muslim mengenai agama seorang pemimpin bukan hanya terjadi di kalangan warga biasa namun juga terjadi di kalangan ulama, ustadz dan bahkan ahli tafsir. Perbedaan tersebut dikarenakan adanya penafsiran dan pemahaman yang berbeda terhadap ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang bagaimana memilih seorang pemimpin. Sebagai contoh adalah perbedaan penafsiran antara M. Quraish Shihab dengan Sayyid Quthb yang dapat dilihat di http://digilib.uin-suka.ac.id/17276/.

Namun demikian terlepas dari perbedaan tersebut, sebagai seorang muslim saya berpendapat alangkah baiknya bila kita yang mayoritas muslim ini juga memiliki seorang pemimpin muslim tapi tentunya tidak asal muslim, islam-nya bukan sekedar “islam KTP”, muslim yang tentunya punya akhlak yang baik, dan punya kemampuan yang cukup. Dalam Al-Quran dan Hadits  disebutkan ada empat kriteria yang harus dimiliki oleh seseorang pemimpin yaitu :  (1). Shidq, artinya kebenaran dan kesungguhan dalam bersikap, berucap dan bertindak di dalam melaksanakan tugasnya, lawannya adalah bohong. (2). Amanah, yaitu kepercayaan yang menjadikan dia memelihara dan menjaga sebaik-baiknya apa yang diamanahkan kepadanya, baik dari orang-orang yang dipimpinnya, terlebih lagi dari Allah SWT, lawannya adalah khianat. (3) Fathonah, yaitu kecerdasan, cakap, dan handal yang melahirkan kemampuan menghadapi dan menanggulangi persoalan yang muncul, lawannya adalah bodoh. (4). Tabligh, yaitu penyampaian secara jujur dan bertanggung jawab atas segala tindakan yang diambilnya (akuntabilitas dan transparansi), lawannya adalah menutup-nutupi (kekurangan) dan melindungi (kesalahan). Lebih lanjut mengenai petunjuk al-quran dalam memilih pemimpin dapat dibaca di http://riau1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=472.

Bagi saya memilih pemimpin bukan hanya asal muslim tapi pemimpin harus memiliki setidaknya empat kriteria diatas, perlu kecermatan dan kejelian dalam mencari sosok pemimpin, cermat melihat rekam jejaknya, jeli melihat prestasi atau kinerjanya, dan paham terhadap solusi-solusi yang ditawarkan, dari situlah ahlak dan kemampuan calon pemimpin dapat kita ketahui. Adalah sebuah tantangan bagi umat islam, ulama, parpol islam, uztad, ormas islam dan berbagai elemen islam lainnya untuk "menghasilkan" pemimpin muslim yang baik dan dapat dipercaya (kemampuan dan akhlaknya) bukan sekedar ber-KTP islam. Bila masyarakat yang mayoritas muslim ini tidak melihat adanya calon pemimpin muslim yang baik dan dapat dipercaya maka bisa jadi untuk sementara umat islam akan mempercayakan kepada non muslim yang baik dan dapat dipercaya untuk bekerja "melayani" masyarakat.

PILKADA


Akhirnya....
Pilkada DKI memang masih tahun depan tapi saya pikir dari sekarang warga ibu kota sudah harus bersiap "mencari" calon pemimpin baru yang baik dan cocok untuk jakarta atau mempertahankan pak ahok dengan memberikan masukan dan koreksi agar ke depan kinerjanya lebih baik lagi, warga di luar jakarta juga bisa memberikan masukan kepada warga jakarta karena jakarta sebagai ibukota negara adalah milik kita bersama. Yang tak kalah penting juga adalah perlunya mengelola perbedaan pendapat dalam memilih pemimpin agar tidak mengarah pada perpecahan, saling menghargai pendapat dan pilihan yang berbeda adalah mutlak diperlukan, cara-cara bersaing yang sehat dan sportif harus dikedepankan demi lahirnya seorang pemimpin yang baik yang disebut sebagai GUBERNUR DKI. Demikian sedikit pandangan saya mengenai pilkada DKI, monggo dikoreksi apabila ada yang salah dan silahkan ditambahkan apabila ada yang kurang atau bila ada perbedaan pendapat mari kita berdiskusi dengan sehat dalam semangat saling menghormati untuk mengambil manfaat sebanyak-banyaknya bagi kepentingan bersama.







No comments:

Post a Comment